KadarCystatin-C Serum pada Penderita Diabetes Melitus Tanpa Proteinuria dengan Kadar Kreatinin Normal (dibimbing oleh Uleng Bahrun dan Tenri Esa). Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan dan disfungsi berbagai jaringan serta berbagai organ seperti ginjal.
DiabetesMelitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan kontrol teratur, jika tidak maka dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai komplikasi pada organ tubuh penderitanya salah satunya berupa nefropati yang ditandai dengan penurunan funsi ginjal sebagai akibat tingginya kadar glukosa dalam waktu lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kadar Kreatinin
Hasilpenelitian menunjukkan dari 64 penderita diabetes melitus tipe II, sebanyak 25 orang (39.1%) dengan hasil kadar kreatinin tinggi, sebanyak 33 orang (51.6%) dengan hasil kadar kreatinin normal dan sebanyak 6 orang (9.4%) dengan hasil kadar kreatinin rendah.
Kesimpulanyaitu terdapat hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kassi-Kassi Makassar. Saran dapat dijadikan sebagai salah satu acuhan bagi pasien diabetes melitus tipe 2 untuk meningkatkan kualitas tidur dan menjaga kadar glukosa darah puasa
meningkat sedangkan pasien dengan kadar trigliserida normal memiliki kadar kreatinin normal. Hasil uji statistik dengan metode Mann Whitney menunjukan p<0,001. Simpulan penelitian, terdapat hubungan yang bermakna antara hipertrigliseridemia dengan kadar kreatinin. Kata kunci: Diabetes melitus tipe 2, hipertrigliseridemia, kadar kreatinin
PenyakitGagal Ginjal Kronis menjadi masalah besar di dunia karena sulit disembuhkan, serta membutuhkan biaya perawatan yang lama dan mahal. Penyakit Gagal Ginjal Kronis disebabkan oleh penyakit diabetes dan nondiabetes. Hemodialisa merupakan salah satu terapi untuk mengatasi fungsi ginjal yang rusak.Terapi hemodialisa dilakukan untuk membuang sampah-sampah metabolit, seperti ureum dan
qT7Xpq. Jakarta - Penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition menyarankan penderita diabetes tipe 2 untuk mengonsumsi makanan rendah karbohidrat yang mengandung lebih banyak protein dan lemak untuk mengontrol kadar gula darah sepanjang hari. Seperti disiarkan Medical Daily, tim dari Universitas British Columbia Okanagan UBCO meneliti keuntungan memodifikasi kebiasaan sarapan bagi penderita diabetes tipe hasil kerja sama dengan Laboratorium Latihan, Metabolisme, dan Peradangan itu berfokus pada efek transisi sarapan rendah lemak konvensional ke makanan rendah karbohidrat dan kaya protein dan lemak."Salah satu dari banyak komplikasi bagi orang yang hidup dengan diabetes tipe 2 adalah peningkatan kadar glukosa darah yang cepat atau besar setelah makan. Penelitian kami menunjukkan makanan rendah karbohidrat di pagi hari tampaknya membantu mengontrol gula darah sepanjang hari," ucap pemimpin penelitian Dr. Barbara ketergantungan obatMengontrol kadar glukosa sangat penting dalam mengelola diabetes tipe 2 dan komplikasi terkait, termasuk peradangan dan penyakit kardiovaskular. Oliveira mengatakan jika makanan pertama hari itu rendah karbohidrat dan lebih tinggi protein dan lemak dapat membatasi perubahan konsumsi makanan rendah karbohidrat termasuk menstabilkan kadar gula darah, mengurangi ketergantungan obat diabetes, dan meminimalkan fluktuasi glukosa sepanjang hari. Selain itu, orang yang memilih sarapan rendah karbohidrat menunjukkan pilihan itu mungkin telah memperbaiki pola makan secara "Dengan melakukan sedikit penyesuaian pada kandungan karbohidrat dari satu kali makan daripada seluruh diet, kami memiliki potensi untuk meningkatkan kepatuhan secara signifikan sambil tetap memperoleh manfaat yang signifikan," ucap Editor Bagus untuk Pasien Diabetes Tipe 2, Olahraga di Sore Hari Bantu Turunkan Gula DarahSelalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari di kanal Telegram “ Update”. Klik untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.
Dublin Core Title GAMBARAN KADAR KREATININ PADA PENDERITA Diabetes Mellitus di RS BHAYANGKARA PALEMBANG TAHUN 2017 Subject Kadar kreatinin, penderita Diabetes mellitus, fungsi ginjal Description Diabetes mellitus DM adalah penyakit kronik yang terjadi karena pankreas mengalami penurunan produksi insulin, atau tidak mampu menggunakannya secara efektif. Dengan adanya penurunan maka ini menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah ini disebut dengan hiperglikemi. Hiperglikemi seiring waktu dapat memberi kerusakan pada ginjal, jantung, pembuluh darah, dan peningkatan sakit jantung dan stroke. Diabetes juga salah satu penyebab gagal ginjal. Gagal ginjal adalah ketika ginjal berhenti bekerja sisa-sisa metabolisme tidak bisa dikeluarkan lagi dari darah. Untuk menilai fungsi ginjal dilakukan tes fungsi ginjal yaitu pemeriksaan kadar kreatinin serum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar kreatinin pada penderita Diabetes mellitus di Rumah Sakit Bhayangkara Tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian menggunakan teknik sampling accidental sampling. Sampel penelitian adalah penderita Diabetes mellitus di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang Tahun 2017 yaitu berjumlah 66 penderita. Pengukuran kadar kreatinin menggunakan alat Clinical Chemistry Analyzer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 66 penderita, ditemukan sebanyak 17 orang 25,8% dengan kadar kreatinin tinggi dan 49 orang 74,2% dengan kadar kreatinin normal. Berdasarkan jenis kelamin, responden yang berjenis kelamin laki-laki dengan kadar kreatinin tinggi yaitu sebanyak 6 orang 20,7% dan jenis kelamin perempuan sebanyak 11 orang 29,7%; berdasarkan umur, responden yang memiliki umur kategori berisiko dengan kadar kreatinin tinggi yaitu sebanyak 16 orang 26,7% dan responden dengan kategori tidak berisiko sebanyak 1 orang 16,7%; berdasarkan lama menderita, responden yang lama menderita kategori berisiko dengan kadar kreatinin tinggi sebanyak 6 orang 27,3% dan responden dengan kategori tidak berisiko sebanyak 11 orang 25,0%; dan berdasarkan terkontrolnya pengobatan, responden dengan terkontrolnya pengobatan kategori tidak terkontrol sebanyak 10 orang 38,5% dan responden dengan kategori terkontrol sebanyak 7 orang 17,5%. Disarankan bagi penderita Diabetes mellitus melakukan pemeriksaan rutin sehingga penyakit DM yang diderita dapat dipantau dan dikontrol. Publisher POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG Contributor DIAH NAVIANTI,AMAK Document Viewer
Buah yang Harus Dihindari Penderita Diabetes Sumber Pixabay Jakarta Buah yang harus dihindari penderita diabetes karena mengandung gula yang tinggi. Walaupun buah-buahan terkenal memiliki berbagai kandungan yang sehat untuk tubuh, ternyata beberapa jenis buah malah harus dihindari oleh orang-orang dengan kondisi tertentu. 11 Manfaat Buah Kesemek untuk Kesehatan, Jarang Disadari 12 Manfaat Buah Durian untuk Kesehatan, Jarang Diketahui 9 Manfaat Biji Buah Mangga Bagi Kesehatan yang Jarang Diketahui Khususnya bagi penderita diabetes, buah-buahan tertentu bisa menyebabkan perubahan tingkat gula dalam darah. Oleh karena itu, penderita diabetes harus benar-benar memperhatikan jenis buah yang dikonsumsinya. Buah yang harus dihindari penderita diabetes merupakan buah yang cukup umum dikonsumsi. Buah-buahan manis tersebut perlu kamu kontrol konsumsinya agar tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi tubuh kamu. Berikut rangkum dari berbagai sumber, Jumat 22/11/2019 tentang buah yang harus dihindari penderita diabetesManggaBuah yang harus dihindari penderita diabetes pertama adalah Mangga. Satu buah mangga utuh dapat memiliki 30 gram karbohidrat dan 26 gram gula. Saat mangga memiliki tekstur yang lunak, indeks glikemik akan semakin tinggi dan otomatis akan meningkatkan laju gula darah. Mengonsumsi banyak buah mangga akan menyebabkan peningkatan gula darah pada pasien anggur/copyright unsplash/Neven KrcmarekAnggur memang kaya serat, vitamin, dan nutrisi lainnya. Namun anggur juga mengandung kadar gula yang tinggi. Anggur sebaiknya dihindari oleh penderita diabetes karena tiga ons anggur saja bisa mengandung 15 gram karbohidrat yang bisa meningkatkan kadar gula dalam darah. Dikutip dari Very Well Health, satu buah anggur mengandung 1 gram Buah Nanas iStockphotoNanas tentunya adalah buah yang tak boleh ada di daftar diet penderita diabetes karena mengandung nilai Indeks Glikemik yang tinggi. Dalam semangkuk kecil nanas saja bisa terkandung lebih dari 20 gram karbohidrat. Jadi penderita diabetes sebaiknya menghindari buah ini. Semakin tebal dan lebar buah nanas, semakin banyak karbohidrat yang terkandung. Mengiris nanas kecil-kecil dapat jadi solusi mengonsumsi nanas dipadukan dengan makanan kaya protein agar gula darah tak Buah Pisang iStockphotoPisang adalah salah satu buah yang mudah dan murah untuk dikonsumsi. Namun sayangnya pisang tak baik untuk dikonsumsi penderita diabetes karena setengah cangkir pisang saja sudah mengandung 15 gram karbohidrat. Nilai Indeks Glikemik pisang juga cukup tinggi antara 46 - 70. Pisang yang sangat masak terutama harus dihindari oleh penderita mengandung banyak cairan dan memiliki lebih sedikit erat serta kalori. Semangka juga bisa menjadi sumber vitamin A dan C yang baik. Meski begitu, semangka merupakan salah satu buah yang harus dihindari penderita diabetes. Semangka memiliki nilai Indeks Glikemik yang tinggi, yaitu 72. Setengah takaran saji semangka saja bisa mengandung lima gram memang mengandung serat yang baik untuk pencernaan, namun buah ini juga memiliki nilai Indeks Glikemik tinggi yaitu 59, dan tinggi karbohidrat serta kalori. Pasien diabetes sebaiknya membatasi konsumsi pepaya jika ingin menghindari lonjakan tingkat gula dalam Aprikot / Sumber iStockphotoAprikot memiliki nilai Indek Glikemik yang tinggi, yaitu 57 dan sebaiknya tak dikonsumsi oleh pasien diabetes. Setengah cangkir aprikot berukuran sedang saja bisa mengandung delapan gram karbohidrat yang nantinya akan meningkatkan kadar gula dalam darah. Itulah beberapa jenis buah yang sebaiknya dihindari oleh para penderita diabetes. Membatasi dan mengetahui takaran yang aman untuk mengonsumsi buah-buahan tersebut penting dipahami penderita diabetes.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Setiap orang memiliki tingkat normal kreatinin yang berbeda-beda, tergantung berat badan, massa otot, usia, dan jenis kelamin. Umumnya tingkat normal kreatinin pada pria sekitar 0,6 sampai 1,2 mg/dl. Sementara tingkat normal kreatinin pada wanita sekitar 0,5 sampai 1,1 mg/dl. Untuk mengetahui tingkat kreatinin di dalam tubuh, dokter akan merekomendasikan uji kreatinin lewat tes darah tes kreatinin serum untuk mengukur kadar kreatinin dalam darah dan tes urin untuk mengukur jumlah kreatinin dalam urin. Uji kreatinin umum digunakan untuk mendiagnosis penurunan fungsi ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan tubuh per harinya seharusnya cenderung stabil jika fungsi penyaringan ginjal berjalan baik. Namun, kadar kreatinin umum mengalami sedikit perubahan dalam satu hari; terendah pada pukul 7 pagi dan tertinggi pada pukul 7 malam. Lalu, apa artinya jika hasil uji kreatinin rendah? Hasil uji kreatinin rendah dapat menandakan sejumlah kondisi. Beberapa termasuk perubahan tubuh yang wajar dan alami, sementara yang lain mungkin membutuhkan perhatian medis lanjutan. Beberapa kemungkinan kondisi yang bisa menyebabkan kadar kreatinin rendah dalam tubuh adalah 1. Penyusutan massa otot distrofi otot Penyusutan massa otot umumnya merupakan perubahan tubuh alami seiring bertambahnya usia. Namun, masalah ini juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan yang disebut distrofi otot. Distrofi otot adalah mutasi genetik yang mengakibatkan hilangnya massa otot secara progresif sehingga membuat otot makin lama semakin lemah. Seseorang pengidap distrofi otot bisa tidak memiliki otot sama sekali pada stadium akhir penyakit ini. Selain kadar kreatin yang rendah, pengidap distrofi otot juga akan merasakan gejala seperti kelemahan, nyeri, dan kekakuan pada ototnya yang membuat sulit untuk bergerak bebas. 2. Penyakit hati Kreatinin diproduksi di dalam hati. Ketika fungsi hati Anda terganggu, misalnya akibat penyakit hati kronis, produksi kreatinin bisa menurun sampai 50 persen. Gejala utama yang ditimbulkan dari kerusakan hati adalah perut sakit dan membengkak, penyakit kuning putih mata, kuku, dan kulit menguning, serta feses berwarna pucat dan berdarah. 3. Hamil Selain karena penyakit, jika Anda perempuan usia subur hasil uji kreatinin yang rendah bisa menandakan bahwa jika Anda sedang hamil. Kadar kreatinin akan menurun secara alami, dan akan kembali normal setelah melahirkan. 4. Sedang menjalani diet Kadar kreatinin rendah dalam tubuh juga bisa berarti Anda seorang vegetarian, atau sedang menjalani pola diet tinggi serat yang kaya buah dan sayuran. Vegetarian cenderung memiliki kadar kreatinin yang lebih rendah dibanding orang yang makan daging. Pasalnya, kreatinin akan cenderung tinggi setelah mengonsumsi sumber protein hewani dalam porsi besar. Jika hasil uji kreatinin Anda rendah, dokter akan menyarankan Anda melakukan tes lanjutan, seperti biopsi otot atau tes enzim otot untuk memeriksa kemungkinan kerusakan otot serta tes fungsi hati.
Background People with Type 2 Diabetes Mellitus in Indonesia continue to increase in prevalence. Understanding of complications due to this disease, one of which is diabetic nephropathy or damage to kidney nephrons. Objective To determine the relationship between HbA1c levels and creatinine levels in patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Method This study was an observational experiment using a cross sectional approach based on secondary data. The research was carried out in February to April 2020. The population of this research study is a member of Prolanis Chronic Disease Management Advanced Program in Gamping 1 Puskesmas Sleman Yogyakarta. Sample with 24 patients. Analysis of data using the Spearman’s test. Results From the results of the normality test using the Shapiro Wilk test data obtained were not normally distributed so that continued with the Spearman rank test obtained r of and p values with sig. 2-tailed of or> H0 received. This means that there is no relationship between HbA1c levels and blood creatinine levels in patients with type 2 DM. Conclusion There is no relationship between HbA1c levels and creatinine levels in patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free PUINOVAKESMAS No. 2, November 2020, pp. 84 – 93 ISSN 2746-7430 Online 84 puinovakesmas Tingkat HbA1c dengan tingkat kreatinin pada pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 Putri Nur Cahyani a,, 1*, Atik Martsiningsih a, 2, Budi Setiawan a,b, 3 a Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl Ngadinegaran MJIII No 62 Yogyakarta 55141 b PUI Novakesmas, Jl Tata Bumi No 3 Sleman 55293 1 pcahyani26 atikskripsikti20 *korespondensi penulis Sejarah artikel Diterima Revisi Dipublikasikan 5 Maret 2021 7 Maret 2021 8 Maret 2021 Latar Belakang Prevalensi Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia terus meningkat. Pengertian komplikasi akibat penyakit ini, salah satunya adalah nefropati diabetik atau kerusakan nefron ginjal. Tujuan Untuk mengetahui hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Metode Penelitian ini merupakan eksperimen observasional dengan pendekatan cross sectional berdasarkan data sekunder. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2020. Populasi penelitian ini adalah anggota Prolanis Program Lanjutan Penanggulangan Penyakit Kronis di Gamping 1 Puskesmas Sleman Yogyakarta. Sampel dengan 24 pasien. Analisis data menggunakan uji Spearman. Hasil Dari hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk test diperoleh data tidak berdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji rank spearman diperoleh r sebesar -0,006 dan nilai p dengan sig. 2-tailed 0,961 atau> 0,05 H0 diterima. Artinya tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita DM tipe 2. Kesimpulan Tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Kata kunci Diabetes Mellitus Tipe 2 Glukosa darah HbA1c Kreatinin Key word Type 2 Diabetes Mellitus Blood glucose HbA1c Creatinine The relationship of HbA1c levels with creatinin levels in Diabetes Mellitus Type 2 patients. Background People with Type 2 Diabetes Mellitus in Indonesia continue to increase in prevalence. Understanding of complications due to this disease, one of which is diabetic nephropathy or damage to kidney nephrons. Objective To determine the relationship between HbA1c levels and creatinine levels in patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Method This study was an observational experiment using a cross sectional approach based on secondary data. The research was carried out in February to April 2020. The population of this research study is a member of Prolanis Chronic Disease Management Advanced Program in Gamping 1 Puskesmas Sleman Yogyakarta. Sample with 24 patients. Analysis of data using the Spearman’s test. Results From the results of the normality test using the Shapiro Wilk test data obtained were not normally distributed so that continued with the Spearman rank test obtained r of and p values with sig. 2-tailed of or> H0 received. This means that there is no relationship between HbA1c levels and blood creatinine levels in patients with type 2 DM. Conclusion There is no relationship between HbA1c levels and creatinine levels in patients with Type 2 Diabetes Mellitus. ISSN 2746-7430 PUINOVAKESMAS 85 No. 2, November 2020, pp. 84 – 93 Cahyani Tingkat HbA1c dengan tingkat kreatinin pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 This is an openaccess article under the CC–BY-SA license. Pendahuluan Prevalensi dari penyakit Diabetes Mellitus DM semakin meningkat terutama di negara yang sedang berkembang Arisman, 2008. Pada tahum 2024 penderita diabetes diprediksi mencapai 692 juta jiwa. Angka ini berdasarkan catatan International Diabetes Federation IDF pada 2015 yang menyebut jumlah penderita diabetes mencapai 415 juta jiwa, kemudian pada tahun 2017 mencapai 425 juta. Di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Riskesdas dari tahun 2013 hingga 2018 prevalensi Diabetes Melitus DM meningkat dari menjadi %, yang artinya terdapat juta penduduk menderita DM. Penyakit Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan, namun kadar glukosa dalam darah dapat dikendalikan agar tetap pada ambang batas normal. Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan diabetes yang prevalensinya tinggi. Diabetes tipe 2 ini dapat terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat, selain dari faktor keturunan, DM tipe 2 berkembang sangat lambat dan tidak mutlak memerlukan suntikan insulin karena pankreasnya masih menghasilkan insulin. Tipe DM ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi diantaranya komplikasi pada syaraf, koma hiperglikemi, koma hipoglikemi, komplikasi pada mata, luka yang sulit sembuh, dan komplikasi pada ginjal. Penderita diabetes mellitus mempunyai kecenderungan menderita nefropati 17 kali lebih sering dibandingkan dengan orang non-diabetik. Kerusakan pada ginjal tersebut dapat didiagnosa dengan pemeriksaan tes fungsi ginjal, salah satunya adalah pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah. Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Pemeriksaan kreatinin ini, sangat membantu kebijakan melakukan terapi pada penderita gangguan fungsi ginjal. Kadar normal dari kreatinin adalah 0,05 dan kadar kreatinin dengan signifikansi = 0,000 0,05 H0 diterima. Artinya tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita DM tipe 2. Menurut analisis statistik yang dilakukan data pada penelitian ini tidak normal, dilihat dari nilai kadar HbA1c dengan signifikansi = 0,458 >0,05 dan kadar kreatinin dengan signifikansi = 0,000 0,05 H0 diterima. Artinya tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita DM tipe 2. Apabila mengacu pada analisis statistik tersebut tidak adanya hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah diakibatkan karena penderita DM Tipe 2 yang menjadi sampel dala penelitian ini melakukan kontrol HbA1c dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan rutin melakukan pemeriksaan glukosa darah setiap bulan dan melakukan medical check up setiap 6 bulan sekali untuk diukur kadar HbA1c, kreatinin darah, ureum darah, kolesterol total, HDL - kolesterol, LDL - kolesterol, trigliserida, mikroalbumin kuantitatif, dan pemeriksaan urin. Dengan rutin melakukan medical check up tersebut maka dapat dilakukan kontrol terhadap penderita. Penderita DM Tipe 2 tersebut juga selalu rutin mengkonsumsi obat - obatan diantaranya Metformin dan Glimepirid sehingga glukosa darah dapat dikontrol dengan baik. Apabila dilakukan kontrol HbA1c yang baik maka kemungkinan terjadinya komplikasi ginjal atau nefropati diabetik dapat diminimalisir. Karena dengan terkontrolnya glukosa dalam darah maka kerja dari ginjal tidak menjadi berat dan dapat terjadi kerusakan pada nefron apabila hal tersebut terjadi secara terus - menerus. Dibuktikan dengan penelitian ini bahwa kegiatan prolanis untuk mengontrol kadar gula darah secara rutin dapat meminimalisir adanya kejadian nefropati diabetik. Hasil dari penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Vithiavathi Sivasubramanian, Karthik Jetty, S. Senthil Kumar 2019. Yang menunjukkan adanya korelasi antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita DM tipe 2. Hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa faktor diantaranya wilayah penelitian yang berbeda yaitu di India dan di Indonesia. Subyek yang dipilih oleh peneliti juga berbeda kriterianya. Subyek yang diambil oleh peneliti adalah kelompok anggota prolanis yang sudah ISSN 2746-7430 PUINOVAKESMAS 91 No. 2, November 2020, pp. 84 – 93 Cahyani Tingkat HbA1c dengan tingkat kreatinin pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dikontrol setiap bulan. Sedangkan hasil dari penelitian ini sama dengan penelitian milik Fernando Ferino 2017. Yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah. Kelemahan dari penelitian ini adalah perlunya ditambahkan parameter lain untuk pemeriksaan tes fungsi ginjal agar benar - benar didapatkan hasil yang akurat mengenai adanya kerusakan ginjal atau komplikasi nefropati diabetik. Parameter lain tersebut diantaranya ureum, mikroalbumin urin, dan kreatinin urin untuk tes fungsi ginjal. Penelitian ini dilakukan saat adanya pandemi Covid-19 sehingga dalam pelaksanaannya kurang maksimal. Kesimpulan Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Perlu dilakukan penelitian kelanjutan dengan parameter lain yaitu ureum, mikroalbumin urin, dan kreatinin urin untuk tes fungsi ginjal, sehingga diketahui adanya risiko nefropati diabetik. Daftar Pustaka 1. Anggun, 2012. Hubungan Dislipedimia dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Semarang Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. 2. Arsono, Soni. 2005. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Resiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal. Universitas Diponegoro. Semarang. 3. David C end Dugdale. Creatinine blood from https// Gov /Medlineplus/ency/article/ Tanggal 3 Januari 2019. 4. Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 702, 1003. 5. Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta Aditya Media. 6. Guyton and Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta EGC. 7. I Gusti Ayu Putu Widia Satia Padma, dkk. 2017. Gambaran Kadar Kreatinin Serum pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 5, No. 2, Desember 2017 111 Hlm. 107 – 11. 8. Kara A. Renal function. Clinical chemistry. 6th ed. Philadephia Wlters Kluwer;2012. 9. Kartika, .2006. Dinamika emosi kepatuhan diet pada pasien diabetes melitus. Journal. Universitas Gajah Mada. 10. Kee JL., 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik Cetakan I Edisi 6. Jakarta ECG. 11. Maulina, Sri Septi. 2016. Korelasi antara Kadar Glukosa Darah dengan Kadar Kreatinin Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rsud Surakarta. Tugas Akhir Universitas Setia Budi Surakarta. 12. McNaughton, Candace D. 2011. Diabetes in the Emergency Department Acute Care of Diabetes Patients. Clinical Diabetes. 13. Notoatmodjo,S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta. 14. Nugraha, Gilang 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. Jakarta CV Trans Info Medika. 15. Perkeni, 2006, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia 2006, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta. 16. Rinda A. 2015. Pengaruh konsentrasi asam pikrat pada penentuan kreatinin menggunakan sequential injection analysis. Jurnal Kimia. 12 587 – 591. 17. Depkes, 2008. Riset kesehatan dasar RISKESDAS 2007. Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 18. Rochmah, Diabetes melitus pada Usia Lanjut. InSudoyo dkk ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 19. Sacher, Ronald A dan Richard A. McPherson. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Alih bahasa Brahm dan Dewi Wulandari. Jakarta EGC. 20. Sacher, A Ronald. 2012. Tinjauan Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta EGC. 21. Sari, Putri Noviana. 2019. Gambaran Kadar Kreatinin pada Serum Deproteinasi dan Non - Deproteinasi dengan Metode Jaffe Reaction. Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta. 22. Soegondo, Sidartawan, Pradana Soewondo, Imam Subekti, ed. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta Balai Penerbit FKUI; 2004. 23. Soewondo P, 2009., Buku Ajar Penyakit Dalam Insulin Koma Hiperosmolar Hiperglikemik non Ketotik, Jilid III, Edisi 4, Jakarta FK UI pp. 1913. 24. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung Alfabeta. 25. Stevens LA, Coresh J, Greene T, Levey AS. Assesing kidney function-measured and estimated glomerular filtration rate. N Engl J Med. 2006;3542473-83. ISSN 2746-7430 PUINOVAKESMAS 93 No. 2, November 2020, pp. 84 – 93 Cahyani Tingkat HbA1c dengan tingkat kreatinin pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 26. Sivasubramanian, V., Jetty, K. and Kumar, 2019. Correlation of HbA1c with urinary ACR, serum creatinine and eGFR in type-2 diabetes mellitus at Puducherry, South India. International Journal of Research in Medical Sciences, 75, ResearchGate has not been able to resolve any citations for this SivasubramanianKarthik JettyS. Senthil KumarBackground Diabetes Mellitus DM is a major emerging clinical health problem in this world. Anemia is a common problem in diabetes. Type 2 DM comprises about 90% of diabetic population of any A cross-sectional study carried out among 125 type 2 diabetic mellitus patients’ area at Department of Medicine Aarupadai Veedu Medical college AVMC and hospital, Puducherry during the period from May 2018 to October objectives of the study were to evaluate the association of HbA1c with urinary ACR, eGFR and serum creatinine in Type 2 diabetes mellitus. Data was analyzed using the SPSS version The randomly selected study group comprised 100 type 2 DM patients and 25 control peoples of 35-70 years of age. Type 2 DM patients were evaluated of HbA1c, normotensives or hypertensives. FBS, serum creatinine, urinary albumin and creatinine were estimated. Urinary ACR and eGFR and were calculated. The data result was expressed as mean and standard deviation. A probability value is less than and it was considered statistically Type 2 diabetes mellitus patients, HbA1c and duration of diabetes were the strongest predictors of micro albuminuria and age was the strongest predictors of a low eGFR. The diabetes was poorly controlled, making the progression to end stage renal failure in concern patients. They measure the prevention of urinary albumin excretion, development of renal abrasion, smoking termination, strict glycaemic control and initiating lipid lowering therapy. Candace McnaughtonWesley H. SelfCorey M SlovisIN BRIEF This article reviews the most common and immediately life-threatening diabetes-related conditions seen in hospital emergency departments diabetic ketoacidosis, hyperglycemic hyperosmolar state, and hypoglycemia. It also addresses the evaluation of patients with hyperglycemia and no previous diagnosis of the coming years, estimates of the glomerular filtration rate GFR may replace the measurement of serum creatinine as the primary tool for the assessment of kidney function. Indeed, many clinical laboratories already report estimated GFR values whenever serum creatinine is measured. This review considers current methods of measuring GFR and GFR-estimating equations and their strengths and weaknesses as applied to chronic kidney Dislipedimia dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Semarang Fakultas KedokteranAnggunAnggun, 2012. Hubungan Dislipedimia dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Semarang Fakultas Kedokteran, Universitas Melitus Sebagai Faktor Resiko Kejadian Gagal Ginjal TerminalSoni ArsonoArsono, Soni. 2005. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Resiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal. Universitas Diponegoro. C End DugdaleDavid C end Dugdale. Creatinine blood from https// Gov /Medlineplus/ency/article/ Tanggal 3 Januari Kedokteran Dorland edisi 31W A DorlandNewmanDorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 702, J CorwinElizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta Aditya C GuytonJ E HallGuyton and Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta Kadar Kreatinin Serum pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah DenpasarDkk I Gusti Ayu Putu Widia Satia PadmaI Gusti Ayu Putu Widia Satia Padma, dkk. 2017. Gambaran Kadar Kreatinin Serum pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 -1159, Vol. 5, No. 2, Desember 2017 111 Hlm. 107 -11.
kadar kreatinin pada penderita diabetes